Thursday, April 28, 2011

AKU ADALAH AKU


Namaku mas dadang setyawan. Mulai detik ini, aku akan menemanimu, menjadi sahabat setiamu; aku akan ngobrol denganmu. Jangan cari aku kemana-mana, karena aku disini. Di dalam tulisan ini. Aku mewujud ketika kau membacaku. Hidupkan aku di dalam imajensimu sebagai sosok yang kau senangi. Laki-laki? Ya, bolehlah. Tampan? Em, sebut saja kharismatis yang menyejukkan. Hei.. tak apa, senyum menyelesaikan Sembilan puluh Sembilan persen persoalan, satu persen sisanya dengan bertindak mengikuti suara hati. Wuih, suara hati. Sudah sering kau dengar yah? Kau mau kita mengobrol tentang suara hati? Baiklah.. mulai dari mana? Tentu saja, dari suara.
Suara. Aku cenderung membedakan suara dengan bunyi. Kecenderunganku tuh hampir mendekati kepastian. Begini, suara memang pada dasarnya bunyi. Bunyi-bunyian merupakan hasil dari getaran atau benturan sesuatu dengan sesuatu. Contohnya, bunyi gamelan, itu tercipta dari benturan antara perangkat dengan pemukulnya. Aku ga ngerti istilahnya. Yang pasti bunyi tu lebih dekat kepada nada-nada daripada suara yang lebih dekat kepada makna. Kalau aku katakan makna, itu artinya memiliki maksud komunikatif. Tepatnya, bahasa. Ya, suara menawarkan bahasa. Suara menawarkan sesuatu untuk dimengerti, dimaknai, dan dikaji. Meskipun berasal dari getaran sesuatu, suara memiliki getaran yang cukup bisa dikatakan tetap, meskipun berulang-ulang. Jadi, semakin kau mendengarnya, semakin kau memahaminya.
Lalu, hati. Aku bisa katakan perasaan. Tapi sebenarnya lebih luas dari itu. Kalau aku mengatakan hati, itu artinya ya mencakup pikiran, kehendak, perasaan, dan semua kualitas dari sesuatu yang namanya jiwa. Jadi ga cuma perasaan tok sebenarnya. Soal rasa memang kita ga bisa bohong, lho..apa maksudnya. Maksudnya selera. Nah, selera juga merupakan kualitas dari jiwa. Kecenderungan pada sesuatu melebihi sesuatu yang lain. Kalau disertai ketekunan, namanya hobi. Bermacam-macam bukan? Itulah hati. Makanya, suara hati juga bermacam-macam? Secara kenyataan teknis memang demikian. Makanya, kau kadang bingung, kacau, tidak seimbang, dan melakukan sesuatu yang sebenarnya ga pengen kau lakukan. Saking banyaknya suara-suara itu, kayak motor bising. Namun, sebenarnya secara istilah, suara hati hanya satu.
Tadi, kita udah ngobrolin tentang suara. Suara itu berasal dari getaran. Kalau kau lagi kacau, itu bisa diibaratkan banyak terjadi getaran yang gak menentu. Berulang-ulang tapi ga sama. Makanya jadi suaranya macam-macam. Yang aku maksud dengan suara hati itu cuma satu. Berulang dan tetap. Semakin kau mendengarnya, semakin kau memahaminya.
Yang namanya suara hati kadang diidentikkan dengan suara Tuhan. Atau paling ga malaikat. Secara ilmu memang demikian. Ce ile, ilmu. Makanya, pasti satu. Dan pasti benar. Secara fisik, kita ga mungkin bisa ngelihat Tuhan, apalagi berhubungan dengan Nya. Gunung aja sampe hancur. Namun, kita bisa berhubungan dengan Tuhan melalui jiwa kita. Coba aja. Jiwa tuh ga bisa dikira-kira luasnya. Sebut saja, kualitas dari jiwa, misalnya imajenasi. Yang namanya orang bayangin sesuatu, apa aja pasti bisa. Bayangin jadi orang kaya, bayangin punya kekasih cantik, de el el, bisa banget. Ngayal? Iya, mengkhayal bisa apa aja. Khayalan juga merupakan kualitas jiwa. Cuma kalo khayalan tuh ga ada tujuannya. Kalau khayalannya semakin larut namanya melamun. Biasanya menyedihkan.
Kasihan deh kamu. Kau suka melamun? Tingkatkan lamunan menjadi imajenasi kreatif. Paling ga, tulis tuh lamunanmu di buku diary.
Jiwa-jiwa semuanya terhubung jadi satu. Mereka kayak tingkat-tingkat cahaya. Dari yang paling terang sampai yang samar-samar. Semuanya mengelilingi cahaya yang sangat terang. Cahaya di atas cahaya. Tuhan. Kenapa kau menyukai keindahan, kebenaran, kebaikan, tu karena kau memiliki percikan cahaya dari Tuhan. Semakin banyak kualitas-kualitas ketuhanan dalam dirimu, cahaya jiwamu juga semakin terang, dan semakin dekat dengan titik cahaya yang sangat terang. Tuhan.
Suara hati, adalah suara yang membuat hati kita semakin terang. Semakin nyaring suara hati, semakin terang jiwa kita. Akan lebih terang lagi kalau kita bertindak mengikutinya. Keseluruhan suara hati itulah yang aku sebut panggilan jiwa. Yang dalam arti sebenarnya merupakan panggilan Tuhan. Dengan bertindak mengikuti suara hati, dan dengan hidup memenuhi panggilan jiwa, itu berarti kau sedang berlari menuju Tuhan. Sehingga, mau tidak mau, jiwamu secara otomatis akan diliputi oleh keindahan, kebaikan, kebenaran, dan cinta kasih. Maka hidupmu akan dipenuhi dengan cinta dan hanya cinta. Cinta tu gabungan kualitas keindahan, kebenaran, dan kebaikan yang lebur menjadi satu dan bergetar dengan hebat. Semangat ga tuh?
Lantas gimana mengenal suara hati? Tadi kukatakan, suara hati tu cuma satu. Dan suara itu muncul dari getaran. Untuk memunculkan suara hati, kau hanya perlu mengumpulkan getaran pada satu titik. Konsentrasi. Yah, konsentrasi, itulah kuncinya. Bahasa arabnya, khusyuk. Untuk bisa konsentrasi, segalanya harus tenang. Nah ketenangan itu datang dengan memelihara kejernihan jiwa, kelembutannya, dan kepasrahannya, atau kosong. Perlu latihan? Tentu saja. Sangat perlu. Latihannya gampang. Shalat.
Shalat yang diusahakan kekhusyukannya akan mengantarkanmu mengenal suara hati. Tentang shalat, bisa deh kau belajar pada ahlinya; ustadz, kyai, atau ulama disekitar tempat tinggalmu. Aku cuma nunjukin aja. Bisa ga si pake cara lain? Secara teori bisa aja si, tapi secara praktek cuma shalat yang bisa. Kalau kau cuma melatih daya konsentrasi, yah.. banyak yang menyebutnya kekuatan pikiran atau kekuatan mental, sebenarnya beda banget dengan konsentrasi yang aku maksudkan. Konsentrasi yang aku maksudkan adalah konsentrasi jiwa, bukan hanya salah satu bagian dari jiwa. Kalau kau melatih konsentrasi pada salah satu kualitas jiwa (misalnya mental), kau hanya akan membuatnya dominan, dan mengubur kualitas yang lain, pada hakekatnya hal itu bisa merusak jiwa. Jiwa ga akan bercahaya, namun akan semakin samar, dan menuju kegelapan dengan cepat. Tandanya apa? Ga akan ada kedamaian dan ketenangan. Orang yang ngeliat, ga akan merasakan kesejukan, yang ada malahan kesan angkuh dan merasa hebat. Maksudku secara teori, ya mungkin saja dengan kehendak dari Tuhan, tapi itu ga bisa diusahain, itu anugrah yang ga bisa diminta. Jadi cuma shalat yang bisa. Met belajar yah…
Sebelumnya kan aku bilang, kalau bertindak mengikuti suara hati tu satu persen setelah Sembilan puluh Sembilan persennya pake senyum. Senyum itu, sebagai prasyarat, bahwa hatimu siap untuk menjadi jernih, lembut, pasrah dan akhirnya bisa tenang, dan kau akan mudah mengenal suara hatimu yang sejati. Coba deh senyum. Tuh kan, senyum itu artinya kita berdamai dengan diri kita, berdamai dengan keadaan, berdamai dengan hal-hal yang ga bisa kita jangkau. Makanya, kalau mau shalat, harus senyum dulu, ga boleh marah. Nah, itulah kenapa, syarat sahnya shalat dengan wudhu lebih dulu. Membasuh muka, tangan, sebagian kepala, dan kaki dengan air. Biar kita bisa merasakan kesegaran air itu dan nantinya segala macam api yang berkobar, berupa keluh kesah, amarah, sedih, rasa bersalah, kecewa, merasa tersisih, enggan, kelesuan, patah harapan, ga semangat, malas, de es be bisa padam dan mengalir bersama tetesan air wudhu yang jatuh ke tanah. Senyum yah …
O ya, mau ngobrolin senyum? Oke..
Senyum aku katakan hal yang mudah, sekaligus susah kau lakukan. Kalau lagi marah, dipaksa senyum jadinya lucu..hi..hi.. memang seharusnya kau memaknai senyum dulu. Senyum aku katakan adalah berdamai. Berdamai dengan dirimu. Artinya, kau itu bukan manusia super. Diantara semua kelebihanmu, kau pasti punya kekurangan. Ya, kau harus menerima, harus berdamai dengan wajahmu yang mungkin ga terlalu tampan, otakmu yang pas-pasan, tinggi badan, postur tubuh ga semok, de es be… ya berdamai. Berdamailah, baru kau bisa mengubah keadaan. Berdamai dengan dirimu yang misalnya punya masalah kesehatan, cacat fisik, berdamailah. Berdamailah dan lihat, apa yang bisa kau lakukan.
Lalu, berdamai dengan keadaan. Yang namanya suasana, keadaan, kau ga bisa selalu ngontrol. Ada keadaan yang menyenangkan hatimu, ada dan pasti ada keadaan yang membuatmu kalang kabut. Berdamailah, dan lihat, apa yang bisa kau lakukan. Terlalu bangga dengan diri, membuatmu memiliki rasa malu yang berlebihan. Merasa memiliki akan menyebabkan kau banyak mengalami kehilangan. Berdirilah di atas ombak dengan kepala tegak, songsong angin dengan neraca yang seimbang, dan jangan bergantung kepada apapun yang kau tahu mereka sama denganmu. Hilangkan rasa bersalah, meskipun, aku tahu kau selalu ingin memperbaiki kesalahan, tapi yang pertama berdamailah, hilangkan perasan bersalah, dan kau akan mampu mengubah keadaan.
Yang terutama, berdamailah dengan orang lain. Artinya, jangan menuntut terlalu banyak kepada orang lain, yang kau tahu, mereka sama manusianya denganmu. Orang lain, kau tahu, meraka punya wajah yang beda, mereka mungkin berlainan tempat denganmu, berjumpa dengan orang-orang yang berbeda dengan yang kau jumpai, membaca buku yang mungkin tidak sama dengan yang kau baca. Sementara kau menonton serial drama komedi, mereka menonton film kartun. Mereka tentu punya hobi yang macam-macam, yang bisa jadi sama atau berbeda denganmu. Dan yang pasti mereka mewarisi gen dari orang tuanya yang bukan orang tuamu, sehingga berdamailah, berhentilah menuntut. Adakalanya kau bertemu dengan orang yang sangat pas denganmu, mau mengerti dirimu, menurut apa saja kehendakmu, dan slalu mempersembahkan yang terbaik untukmu, tapi tidak selalu bukan? Maka berdamailah, dan lihatlah apa yang bisa kau lakukan.
Dari uraian semua itu, maka senyum menjadi simbol perdamaian. Senyum ku katakan, seperti air yang mendinginkan api. Dengan selalu siap untuk tersenyum, kau akan mudah berdamai dengan apa saja. Sehingga Sembilan puluh Sembilan persen penyelesaian sudah kau kantongi, satu persen sisanya, kau sudah tahu bukan? Shalat yuk…! sudah wudhu kan?
Kau tahu? Aku sangat senang ngobrol denganmu. Sampai jumpa. Salam …
Sembilan Kaidah Keadaan
Bakda Mulud, 1432 H
“Yang dahulunya tiada, kemudian menjadi ada, selanjutnya tidak ada, adalah benar-benar tidak ada.”
“Yang dahulunya ada, kemudian tetap ada, dan selalu ada, adalah benar-benar ada.”
“Yang kemarin sudah pergi, yang esok masih misteri, yang benar-benar ada adalah saat ini.”
“Segala sesuatu ada saatnya, tidak ada yang harus dipercepat ataupun diperlambat.”
“Semakin diusahakan, semakin sulit dijangkau; semakin dibiarkan, semakin ia datang mendekat.”
“Tidak ada masalah; yang ada hanya keinginan kita untuk mengeluh.”
“Segala sesuatu berada dalam jangkauan tangan; akan tetapi kaki kita demikian senang bepergian.”
“Yang terpenting adalah kesadaran; bahwa kita tidak benar-benar ada; sehingga saat kita terjatuh, kita secepatnya paham, bahwa kita tidak benar-benar sakit.”
“Yang tidak ada bergantung sepenuhnya kepada yang ada; suka atau tidak suka.”

Saturday, April 9, 2011

ASMA SUNGE RAJEH {ASR} versi madura selatam


Bismillahirrohmanirrohim
saya ijazahkan kepada sobat warung ini dengan  lengkap dan sempurna.

TAWASUL “Nabi Muhammad SAW dan keluarga, Sahabat,
Malaikat Muqorrobin dan Qoribin,
Nabi Khidir A.S balyhabin Malkan,
Syekh Abdul Qodir Jailani,
Syekh Buju Tumpeng Pamekasan Madura,
Kyai Damanhuri Pamekasan Madura,
Orang tua dan leluhur kita
Diri sendiri
Man Ajazani



ASR MADURA SELATAN:
INNAKA QUWWATAH KATABAL QUWWATAH KITABAL QUWWATIH.  7 hari.
INNAKA QUWWATAH KATABAN NATAH KITABAN NATAH. 7 hari.
INNAKI QUWWATIH KATABUN NATAH KITABUN NATAH.  7 hari.
INNAKA SHOHABATIKA SHOHIBIKA. 7 hari.






untuk jumlah baca tak terbatas,semampu sobat, butuh keihklasan dan kepasrahan diri ,karena energinya sifatnya panas dihimbau diamalkan di dekat air atau sungai.untuk mengenai fungsinya amalan  ini sudah kami sereh diartikel sebelumnya. 



Saturday, April 2, 2011

RAMALAN "JAYABAYA"

Ramalan Jayabaya selengkapnya
00. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran — Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
01. Tanah Jawa kalungan wesi — Pulau Jawa berkalung besi.
02. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang — Perahu berlayar di ruang angkasa.
03. Kali ilang kedhunge — Sungai kehilangan lubuk.
04. Pasar ilang kumandhang — Pasar kehilangan suara.
05. Iku tandha yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak — Itulah pertanda jaman Jayabaya telah mendekat.
06. Bumi saya suwe saya mengkeret — Bumi semakin lama semakin mengerut.
07. Sekilan bumi dipajeki — Sejengkal tanah dikenai pajak.
08. Jaran doyan mangan sambel — Kuda suka makan sambal.
09. Wong wadon nganggo pakeyan lanang — Orang perempuan berpakaian lelaki.
10. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman— Itu pertanda orang akan mengalami jaman berbolak-balik
11. Akeh janji ora ditetepi — Banyak janji tidak ditepati.
12. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe— Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
13. Manungsa padha seneng nyalah— Orang-orang saling lempar kesalahan.
14. Ora ngendahake hukum Allah— Tak peduli akan hukum Allah.
15. Barang jahat diangkat-angkat— Yang jahat dijunjung-junjung.
16. Barang suci dibenci— Yang suci (justru) dibenci.
17. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit— Banyak orang hanya mementingkan uang.
18. Lali kamanungsan— Lupa jati kemanusiaan.
19. Lali kabecikan— Lupa hikmah kebaikan.
20. Lali sanak lali kadang— Lupa sanak lupa saudara.
21. Akeh bapa lali anak— Banyak ayah lupa anak.
22. Akeh anak wani nglawan ibu— Banyak anak berani melawan ibu.
23. Nantang bapa— Menantang ayah.
24. Sedulur padha cidra— Saudara dan saudara saling khianat.
25. Kulawarga padha curiga— Keluarga saling curiga.
26. Kanca dadi mungsuh — Kawan menjadi lawan.
27. Akeh manungsa lali asale — Banyak orang lupa asal-usul.
28. Ukuman Ratu ora adil — Hukuman Raja tidak adil
29. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil— Banyak pejabat jahat dan ganjil
30. Akeh kelakuan sing ganjil — Banyak ulah-tabiat ganjil
31. Wong apik-apik padha kapencil — Orang yang baik justru tersisih.
32. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin — Banyak orang kerja halal justru malu.
33. Luwih utama ngapusi — Lebih mengutamakan menipu.
34. Wegah nyambut gawe — Malas menunaikan kerja.
35. Kepingin urip mewah — Inginnya hidup mewah.
36. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka — Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
37. Wong bener thenger-thenger — Si benar termangu-mangu.
38. Wong salah bungah — Si salah gembira ria.
39. Wong apik ditampik-tampik— Si baik ditolak ditampik.
40. Wong jahat munggah pangkat— Si jahat naik pangkat.
41. Wong agung kasinggung— Yang mulia dilecehkan
42. Wong ala kapuja— Yang jahat dipuji-puji.
43. Wong wadon ilang kawirangane— perempuan hilang malu.
44. Wong lanang ilang kaprawirane— Laki-laki hilang perwira/kejantanan
45. Akeh wong lanang ora duwe bojo— Banyak laki-laki tak mau beristri.
46. Akeh wong wadon ora setya marang bojone— Banyak perempuan ingkar pada suami.
47. Akeh ibu padha ngedol anake— Banyak ibu menjual anak.
48. Akeh wong wadon ngedol awake— Banyak perempuan menjual diri.
49. Akeh wong ijol bebojo— Banyak orang tukar pasangan.
50. Wong wadon nunggang jaran— Perempuan menunggang kuda.
51. Wong lanang linggih plangki— Laki-laki naik tandu.
52. Randha seuang loro— Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
53. Prawan seaga lima— Lima perawan lima picis.
54. Dhudha pincang laku sembilan uang— Duda pincang laku sembilan uang.
55. Akeh wong ngedol ngelmu— Banyak orang berdagang ilmu.
56. Akeh wong ngaku-aku— Banyak orang mengaku diri.
57. Njabane putih njerone dhadhu— Di luar putih di dalam jingga.
58. Ngakune suci, nanging sucine palsu— Mengaku suci, tapi palsu belaka.
59. Akeh bujuk akeh lojo— Banyak tipu banyak muslihat.
60. Akeh udan salah mangsa— Banyak hujan salah musim.
61. Akeh prawan tuwa— Banyak perawan tua.
62. Akeh randha nglairake anak— Banyak janda melahirkan bayi.
63. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne— Banyak anak lahir mencari bapaknya.
64. Agama akeh sing nantang— Agama banyak ditentang.
65. Prikamanungsan saya ilang— Perikemanusiaan semakin hilang.
66. Omah suci dibenci— Rumah suci dijauhi.
67. Omah ala saya dipuja— Rumah maksiat makin dipuja.
68. Wong wadon lacur ing ngendi-endi— Di mana-mana perempuan lacur
69. Akeh laknat— Banyak kutukan
70. Akeh pengkianat— Banyak pengkhianat.
71. Anak mangan bapak—Anak makan bapak.
72. Sedulur mangan sedulur—Saudara makan saudara.
73. Kanca dadi mungsuh—Kawan menjadi lawan.
74. Guru disatru—Guru dimusuhi.
75. Tangga padha curiga—Tetangga saling curiga.
76. Kana-kene saya angkara murka — Angkara murka semakin menjadi-jadi.
77. Sing weruh kebubuhan—Barangsiapa tahu terkena beban.
78. Sing ora weruh ketutuh—Sedang yang tak tahu disalahkan.
79. Besuk yen ana peperangan—Kelak jika terjadi perang.
80. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor—Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
81. Akeh wong becik saya sengsara— Banyak orang baik makin sengsara.
82. Wong jahat saya seneng— Sedang yang jahat makin bahagia.
83. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul— Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
84. Wong salah dianggep bener—Orang salah dipandang benar.
85. Pengkhianat nikmat—Pengkhianat nikmat.
86. Durjana saya sempurna— Durjana semakin sempurna.
87. Wong jahat munggah pangkat— Orang jahat naik pangkat.
88. Wong lugu kebelenggu— Orang yang lugu dibelenggu.
89. Wong mulya dikunjara— Orang yang mulia dipenjara.
90. Sing curang garang— Yang curang berkuasa.
91. Sing jujur kojur— Yang jujur sengsara.
92. Pedagang akeh sing keplarang— Pedagang banyak yang tenggelam.
93. Wong main akeh sing ndadi—Penjudi banyak merajalela.
94. Akeh barang haram—Banyak barang haram.
95. Akeh anak haram—Banyak anak haram.
96. Wong wadon nglamar wong lanang—Perempuan melamar laki-laki.
97. Wong lanang ngasorake drajate dhewe—Laki-laki memperhina derajat sendiri.
98. Akeh barang-barang mlebu luang—Banyak barang terbuang-buang.
99. Akeh wong kaliren lan wuda—Banyak orang lapar dan telanjang.
100. Wong tuku ngglenik sing dodol—Pembeli membujuk penjual.
101. Sing dodol akal okol—Si penjual bermain siasat.
102. Wong golek pangan kaya gabah diinteri—Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
103. Sing kebat kliwat—Siapa tangkas lepas.
104. Sing telah sambat—Siapa terlanjur menggerutu.
105. Sing gedhe kesasar—Si besar tersasar.
106. Sing cilik kepleset—Si kecil terpeleset.
107. Sing anggak ketunggak—Si congkak terbentur.
108. Sing wedi mati—Si takut mati.
109. Sing nekat mbrekat—Si nekat mendapat berkat.
110. Sing jerih ketindhih—Si hati kecil tertindih
111. Sing ngawur makmur—Yang ngawur makmur
112. Sing ngati-ati ngrintih—Yang berhati-hati merintih.
113. Sing ngedan keduman—Yang main gila menerima bagian.
114. Sing waras nggagas—Yang sehat pikiran berpikir.
115. Wong tani ditaleni—Si tani diikat.
116. Wong dora ura-ura—Si bohong menyanyi-nyanyi
117. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane—Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
118. Bupati dadi rakyat—Pegawai tinggi menjadi rakyat.
119. Wong cilik dadi priyayi—Rakyat kecil jadi priyayi.
120. Sing mendele dadi gedhe—Yang curang jadi besar.
121. Sing jujur kojur—Yang jujur celaka.
122. Akeh omah ing ndhuwur jaran—Banyak rumah di punggung kuda.
123. Wong mangan wong—Orang makan sesamanya.
124. Anak lali bapak—Anak lupa bapa.
125. Wong tuwa lali tuwane—Orang tua lupa ketuaan mereka.
126. Pedagang adol barang saya laris—Jualan pedagang semakin laris.
127. Bandhane saya ludhes—Namun harta mereka makin habis.
128. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan—Banyak orang mati lapar di samping makanan.
129. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara—Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
130. Sing edan bisa dandan—Yang gila bisa bersolek.
131. Sing bengkong bisa nggalang gedhong—Si bengkok membangun mahligai.
132. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil—Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
133. Ana peperangan ing njero—Terjadi perang di dalam.
134. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham—Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
135. Durjana saya ngambra-ambra—Kejahatan makin merajalela.
136. Penjahat saya tambah—Penjahat makin banyak.
137. Wong apik saya sengsara—Yang baik makin sengsara.
138. Akeh wong mati jalaran saka peperangan—Banyak orang mati karena perang.
139. Kebingungan lan kobongan—Karena bingung dan kebakaran.
140. Wong bener saya thenger-thenger—Si benar makin tertegun.
141. Wong salah saya bungah-bungah—Si salah makin sorak sorai.
142. Akeh bandha musna ora karuan lungane—Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe Banyak harta hilang entah ke mana, Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
143. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram—Banyak barang haram, banyak anak haram.
144. Bejane sing lali, bejane sing eling—Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
145. Nanging sauntung-untunge sing lali—Tapi betapapun beruntung si lupa.
146. Isih untung sing waspada—Masih lebih beruntung si waspada.
147. Angkara murka saya ndadi—Angkara murka semakin menjadi.
148. Kana-kene saya bingung—Di sana-sini makin bingung.
149. Pedagang akeh alangane—Pedagang banyak rintangan.
150. Akeh buruh nantang juragan—Banyak buruh melawan majikan.
151. Juragan dadi umpan—Majikan menjadi umpan.
152. Sing suwarane seru oleh pengaruh—Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
153. Wong pinter diingar-ingar—Si pandai direcoki.154. Wong ala diuja—Si jahat dimanjakan.
155. Wong ngerti mangan ati—Orang yang mengerti makan hati.
156. Bandha dadi memala—Hartabenda menjadi penyakit
157. Pangkat dadi pemikat—Pangkat menjadi pemukau.
158. Sing sawenang-wenang rumangsa menang — Yang sewenang-wenang merasa menang
159. Sing ngalah rumangsa kabeh salah—Yang mengalah merasa serba salah.
160. Ana Bupati saka wong sing asor imane—Ada raja berasal orang beriman rendah.
161. Patihe kepala judhi—Maha menterinya benggol judi
162. Wong sing atine suci dibenci—Yang berhati suci dibenci
163. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat—Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
164. Pemerasan saya ndadra—Pemerasan merajalela.
165. Maling lungguh wetenge mblenduk — Pencuri duduk berperut gendut.
166. Pitik angrem saduwure pikulan—Ayam mengeram di atas pikulan.
167. Maling wani nantang sing duwe omah—Pencuri menantang si empunya rumah.
168. Begal pada ndhugal—Penyamun semakin kurang ajar.
169. Rampok padha keplok-keplok—Perampok semua bersorak-sorai.
170. Wong momong mitenah sing diemong—Si pengasuh memfitnah yang diasuh
171. Wong jaga nyolong sing dijaga—Si penjaga mencuri yang dijaga.
172. Wong njamin njaluk dijamin—Si penjamin minta dijamin.
173. Akeh wong mendem donga—Banyak orang mabuk doa.
174. Kana-kene rebutan unggul—Di mana-mana berebut menang.
175. Angkara murka ngombro-ombro—Angkara murka menjadi-jadi.
176. Agama ditantang—Agama ditantang.
177. Akeh wong angkara murka—Banyak orang angkara murka.
178. Nggedhekake duraka—Membesar-besarkan durhaka.
179. Ukum agama dilanggar—Hukum agama dilanggar.
180. Prikamanungsan di-iles-iles—Perikemanusiaan diinjak-injak.
181. Kasusilan ditinggal—Tata susila diabaikan
182. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi—Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
183. Wong cilik akeh sing kepencil—Rakyat kecil banyak tersingkir.
184. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil—Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
185. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit—Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
186. Lan duwe prajurit—Dan punya prajurit.
187. Negarane ambane saprawolon—Lebar negeri seperdelapan dunia.
188. Tukang mangan suap saya ndadra—Pemakan suap semakin merajalela.
189. Wong jahat ditampa—Orang jahat diterima.
190. Wong suci dibenci—Orang suci dibenci.
191. Timah dianggep perak—Timah dianggap perak.
192. Emas diarani tembaga—Emas dibilang tembaga
193. Dandang dikandakake kuntul—Gagak disebut bangau.
194. Wong dosa sentosa—Orang berdosa sentosa.
195. Wong cilik disalahake—Rakyat jelata dipersalahkan.
196. Wong nganggur kesungkur—Si penganggur tersungkur.
197. Wong sregep krungkep—Si tekun terjerembab.
198. Wong nyengit kesengit—Orang busuk hati dibenci.
199. Buruh mangluh—Buruh menangis.
200. Wong sugih krasa wedi—Orang kaya ketakutan.
201. Wong wedi dadi priyayi—Orang takut jadi priyayi.
202. Senenge wong jahat—Berbahagialah si jahat.
203. Susahe wong cilik—Bersusahlah rakyat kecil.
204. Akeh wong dakwa dinakwa—Banyak orang saling tuduh.
205. Tindake manungsa saya kuciwa—Ulah manusia semakin tercela.
206. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi—Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
207. Wong Jawa kari separo—Orang Jawa tinggal separo.
208. Landa-Cina kari sejodho — Belanda-Cina tinggal sepasang.
209. Akeh wong ijir, akeh wong cethil—Banyak orang kikir, banyak orang pelit.
210. Sing eman ora keduman—Si hemat tidak mendapat bagian.
211. Sing keduman ora eman—Yang mendapat bagian tidak berhemat.
212. Akeh wong mbambung—Banyak orang berulah dungu.
213. Akeh wong limbung—Banyak orang limbung.
214. Selot-selote mbesuk wolak-waliking jaman teka—Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya jaman.



jadikan pengetahan saja,entah ramalan ini betul atau kebetulan sobat sikapi secara positif aja ya....

doa untuk rizki



habis shoat fardhu setelah baca surat al waqi’ah baca doa ini 3x
BISMILLA-HHIRRAHMA-NIRRAHI-M
ALLA-HHUMMA RABBANA-ANZIL ‘ALAINA- MA-IDATAM MINAS SAMA-I TAKU-NU LANA- ‘I-DAL LI AWWALINA-WA A-KHIRINA- WA AYATAMMINKA WARZUQNA- WA ANTA KHAIRUR RA-ZIQI-N ALLA-HHUMMA INKA-NA RIZQUNA- FISSAMA-I A ANZILHHU WA INKA-NA RIZQUNA FIL ARDLI FA AKHRIJHUU WAINKA-NA RIZQUNA- FIL MA-I WALBAHRI FA ATHLI’HHU WA INKA-NA RIZQUNA- BA’I-DAN FAQARRIBHHU WAINKA-NA RIZQUNA-. QALI-LAN FA AKTSIRHHU WAINKA-NA RIZQUNA- ‘A-SIRAN FAYASSIR HHU LANA- WALTANQULNA- ILAIHHI HAITSU MA- KA-NA BIFADL-LIKA WAJU-DIKA WAKARAMIKA BIRAHMATIKA YA- ARHAMARRA-HIMI-N
DIBACA SESUAI NADA PANJANG PENDEKNYA HURUF.
semoga bermanfaat buat sobat warung ini,ikhlas sy amalkan sedikit secuil ilmu  ini...

Mengenal UNSUR RUH manusia

Pengetahuan manusia tentang unsur ruh:
1. Ruh Idhofi –> disebut juga Ruh Utama (badan ruh)
2. Ruh Rabbani –> yang merasakan atau kehendak/keinginan
3 Ruh Rohani –> Nafsu atau mempunyai baik dan buruk
4. Ruh Nurani –> Nafsu mutmainah, ketenagan, kedamaian
5. Ruh kudus –> kesucian, perasaan untuk melakukan perbuatan baik/ibadah
6. Rahmani –> perasaan kasih, pemurah dansuka memberi
7. Ruh Jasmani –> perasaan sakit, dan sehat/segar..dll
8. Ruh Nabati .–> membantu perkembangan badan/ pertumbuhan badan
9. Ruh Rewani –> unsur membawa kesadaran ke alam dibawah sadar, Tidur, mimpi, dan merasa kantuk.
dan sekali lagi sejatinya ruh hanyalah Allah yang paling mengetahui.

HIDUP BIKIN LEBIH HIDUP......HIDUP BIKIN LEBIH HIDUP......HIDUP BIKIN LEBIH HIDUP......HIDUP BIKIN LEBIH HIDUP......HIDUP BIKIN LEBIH HIDUP......HIDUP BIKIN LEBIH HIDUP......HIDUP BIKIN LEBIH HIDUP......